Sabtu, 19 April 2014

Senang itu Sederhana

Bagaimana saat kita merasa senang ? ingi tersenyum, muka merona, tak bisa berkata apapun dan ada juga yang merasakan getaran-getaran yang sulit didefinisikan..
Merasakan saat kau berada di dekatku, melihat senyummu, dan bagaimana kita menjalinkan imajinasi atas halaman belakang.
Siapa yang tau halaman belakang? tentu hanya kita, aku pernah mengatakannya kepadamu bagaimana aku sangat menyukai harapan itu... tentu saja itu belum terpikirkan saat kita berdua pertama kali memandang rembulan di Purwosari, kala itu juga tak pernah terbayangkan akan terjadi saat pertama kali aku merasakan hal yang 'beda' kepadamu yang sedang di depan sana menjelaskan tugas presentasimu.
Tak sejauh ruas jari pun masa itu berganti, kau dan aku bagaikan angkat 3 dan angka 7 yang kini menjadi 347..tak ada spasi disana, hanya ada hal yang menghubungkan kita..'cinta' .
Banyak yang tak kau ungkapkan, tapi itu tetap kau yang aku sayangi..seperti Embun yang selalu memberikan kesejukkan dipagi hari, Edelweiss mungkin pernah mengeluhkan bagaimana sang mentari yang terlalu terik dan angin malam yang terlalu dingin, tapi dia selalu saja merasakan damai saat pagi tiba, iyaa saat Embun datang...

Sesederhana bagaimana Embun menyentuh Edelweiss,
dan senyuman tulus selalu terkembang saat aku bisa melihatmu..entah apa yang aku rasakan, hanya ingin terus memandangmu lebih lama hingga kau tersenyum kepadaku..
Bagaimana menjagamu, aku tak pernah tahu bagaimana caranya, hanya saja aku menyayangimu dari sejak aku menganal rasa itu, tak berubah dan berkurang sedikitpun. Sama.

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...