Minggu, 18 Februari 2018

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menunjukkan bumi ini berotasi terhadap matahari sehingga yang membedakan antara kemarin dan hari ini yakni terbenamnya mentari pertanda malam pergantian lalu terbitnya matahari sebagai tanda bergantinya hari kemarin menjadi hari ini.

Tapi bukan persoalan bagaimana hari berganti dari peredaran matahari yang bisa kita saksikan setiap harinya, namun selama 24 jam dalam 1 hari, ada banyak sekali kejadian yang membuatku tak semudah itu melupakan layaknya pergantian malam ke pagi hari.

Hari kemarin, tanggal 14 februari aku diundang untuk datang ke rumah dia, karena orang tuanya ingin bertemu denganku sebelum dia berkunjung ke rumahku esok lusa. Beberapa pertanyaan dilontarkan oleh orang tuanya kepadaku, mereka cukup baik menyambutku, dengan gaya mereka tentunya, dan aku menerima semua itu, buatku itu tidak masalah. Aku ditanya tentang kemantapan hatiku dengan dia, apakah aku bersedia tinggal di kota ini jika kami menikah nanti, apakah orang tuaku menerima kondisi keluarga dia dengan segala konsekuensinya, dan tentunya apakah aku menerima dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya, semua pertanyaan itu bisa kujawab dengan tenang, meski hati ini kerap bergetar saat ditanya perihal kemantapan, ku masih gentar menatap mata ibunya yang mencoba mencari jawaban lewat sorot mataku saat bertanya soal kemantapan, bismillah aku menjawab insyaAllah. Pertemuan itu selesai, aku lega sekaligus bersyukur, aku hanya berharap mereka pun menerima kondisiku apa adanya, beginilah aku dengan segala kekuranganku.
Lalu hari kemarin pula tanggal 16-17 februari 2018 adalah hari yang melegakan bagiku, satu langkah  membawa dia ke rumah untuk sebuah "tujuan" sudah aku lakukan, lega, bahagia meski dengan berbagai kekurangan dalam menyambutnya, tapi aku bersyukur karena orang tuaku menyambut baik niatnya, sebuah kelegaan sekaligus tanggungjawab yang harus benar-benar diseriusi, ini bukan permainan.

Kemudian, sebelum hari itu, kusebut hari kemarin..aku selalu masih saja mengingat hari-hari kemarin sebelum hari kemarin. Kejadian demi kejadian, kegoyahan hatinya, kemunculan orang lain dalam hubungan kami, tidak mudah untuk aku tepiskan begitu saja. Sejujurnya aku bahagia, namun entah mengapa seperti ada hal yang masih mengganjal di hatiku tentang dia, berbagai pertanyaan yang muncul seiring terbukanya jalan ini, perasaan-perasaan tersakiti yang kadangkala masih terkoyak saat melihat orang lain itu menunjukkan dirinya yang aku rasa berkaitan dengan dia, aku merasa masih ada sesuatu entah dari dia kepada orang lain itu atau antara orang lain itu terhadap dia. Masih timbul ketakutan akan terulangnya kejadian itu, betapa aku merasakan dia begitu berubah  terhadapku karena munculnya orang lain, sikap yang acuh, terkesan kasar dan sungguh seperti orang lain, masa-masa itu adalah pengalaman rasa yang begitu menyiksa batin, aku tak bisa menggambarkan rasa itu, apakah trauma atau entahlah  pada intinya aku takut hal itu terjadi kembali. Aku paham setiap orang selalu punya salah, akupun begitu, dan setiap orang punya kesempatan kedua begitu pula dengan dia, tapi entah mengapa rasa percaya ini masih ragu untuk menetap kembali kepadanya, apakah aku masih belum bisa memaafkan dia ? atau aku belum bisa memaafkan diriku sendiri ? ataukah aku belum ikhlas dalam memaafkan dia maupun diriku sendiri sehingga hal ini masih saja bersarang di ingatanku ?

Setiap kali aku melihat orang lain itu  menunjukkan keberadaanya di sosial media tertentu, rasa curiga itu selalu muncul dan mengarah pada dia, sungguh kejam pikiranku, pikiran manusia selalu kejam, dia bisa membunuh orang lain tanpa diketahui siapapun, menyiksa dengan prasangka dan menghancurkan hati nurani karena asumsi. Apakah aku ini pendendam  sehingga hal ini masih saja membuatku sakit dan menangis ? apakah hal itu masih terjadi di belakang sana sehingga firasat ini selalu saja tak tenang dan sedih saat mengingatnya ? aku termasuk orang yang mudah memaafkan, bagiku masalah tak benar-benar merupakan sebuah masalah, hanya ada ketidakpahaman persepsi saja, dan semua itu akan baik dengan sendirinya seiring waktu. Aku tak tahu mengapa masalah ini sungguh terasa menyakitiku menbuatku berpikir aku tak pernah benar-benar yakin saat ini, seperti sebuah keniscayaan untuk mempercayai manusia, sungguh aku ingin tenang, ingin kembali mempercayai, ingin kembali setulusnya kepada dia, seperti sedia kala, tapi rasanya itu sulit. Sulit untuk kuterima maupun kusampaikan, inginku dia mengatakan yang sesungguhnya terjadi dan menyesalinya di depanku, entah mengapa aku masih saja berkeinginan begini, salahkah ? wajarkah ? kuharap dia paham mengapa kuingin begini

Hari ini selalu berisi kesempatan yang baik untuk berubah bukan ? apakah aku harus kembali mengalah pada rasa ini ? rasa belum bisa menerima sebuah pengakuan atau mengikhlaskan kesalahan itu pernah ada di hubungan kami ? aku khawatir jika mereka saling bertemu dengan segala sesuatu yang hanya mereka berdua ketahui, aku mengkhawatirkan disaat hari-hari baru yang sedang susah payah kucoba untuk ikhlas tapi di belakangku mereka mengulang hari-hari kemarin yang buatku menyakitkan bahkan hanya untuk sekedar membayangkannya. Sebesar apa hatiku hingga Engkau menitipkan masalah ini kepadaku ya Allah ? akankah hari kemarin itu benar-benar bisa kuikhlaskan agar aku bisa benar-benar mengambil hikmah dari semua hari-hari kemarin itu ...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...