Rabu, 31 Agustus 2016

Kau Selalu Menang

Di penghujung agustus tahun 2016 ini, aku berwajah muram.
Bermula sejak semalam dan malam-malam sebelumnya dengan kerinduanku yang tidak bisa diungkapkan, bahkan hampir hilang harapan atas rasa itu.
Namun malam tadi semua itu membuncah seketika, rindu yang begitu dalam hanya bisa bertemu dalam waktu 1 jam, di motor dan hujan. Syahdu mungkin bagi sebagian orang, namun bagiku, pertemuan ini hanya menjadi pemicu rindu yang lebih besar lagi.
Aku tahu, betapa sibuknya dirimu membuatku tak sempat meluangkan waktu untukku, untuk kita berdua. Bahkan sering pula kau tak menghiraukanku, memberi kabar seadanya, dan jarang sekali memperhatikanku.
Aku merasa kesepian dengan semua kesibukanmu, dan caramu memperlakukanku dengan tidak perhatian, kau selalu bilang aku itu orang yang bisa diajak mengerti dengan semua kesibukan dan keadaanmu.
Kau benar, tapi kau juga keliru.
Aku bisa mengerti, tapi tak selamanya selalu bisa berlaku sama padamu.
Kau selayaknya pasanganpun seharusnya memberikan hal yang sepadang dengan apa yang sudah kau dapatkan dariku.
Bukan ku tak tulus, namun tentunya kau tahu namanya perasaan tidak bisa dibiarkan begitu saja, dia bisa hilang atau tumbuh ditangan orang selain kau.
Tentunya kau paham, bahwa sepasang kekasih semestinya saling memberi dan menerima bukan?
Aku senang kau bekerja, itu menunjukkan tanggungjawabmu sudah besar. Hanya saja, ketahuilah, aku hanya perempuan biasa yang tidak selalu bisa kuat, aku sekali saat juga rapuh dan membutuhkan kehadiranmu.
Aku bilang ataupun meminta darimu, aku tahu, kau tak pantas berlelah hati setelah seharian kau lelah fisik dan pikiran..aku hanya meminta pengertianmu saja.
Tapi apa daya, malam tadi, aku cemburu, cemburu dengan semua kesibukanmu, hingga aku pun menyuruhmu pulang.
Bukan ku tak mau lebih lama menemanimu, nyatanya kau sudah mengantarku pulang, hanya saja air mata kecewaku tak bisa kutahan karena ku tahu kau pulang secepat itu. Aku kecewa, mengapa secepat ini, mengapa sesingkat itu, mengapa begini, dan mengapa-mengapa lainnya. Semua kondisi yang membuatku lelah, begitu lelah semalam. Maaf aku lelah..sehingga aku membuatmu marah, membuatku merasa tidak dihargai, dan kecewa.
Kau pantas merasa demikian, kau selalu menang. Sehingga saat hatiku sedang begitu membutuhkanmu pun aku harus mengalah, dan kini kau menjauhiku.
Lelah, hatiku lelah dengan semua kesabaran dan pengertian ini, aku sungguh kesepian dan malam malam kesepianku ditebus 1 jam. Sebegitu sulitkah untuk kau sempatkan waktu...lebih dari 1 jam?
Kau bilang aku tak bersyukur, kau salah. Aku bersyukur karena setidaknya kau masih mau mengajakku dari rumahmu yang jauh.
Kau bilang aku membandingkan dengan orang lain, kau salah. Aku tak pernah membandingkan dengan siapapun sekalipun sedang begitu sulit bertemu denganmu.
Saat kau bilang ingin sendiri, aku takut. Takut kau akan lebih nyaman dengan kesendirianmu dari pada kebersamaan kita.
Maafkan aku, aku sungguh hanya sedang lelah menantimu..iya aku kalah, kalah dengan egoku sendiri.
Dan kau menang, menang merebut rasa rinduku, membuatnya menjadi rasa bersalah yang begitu dalam.
Sayangnya, kau tak di posisiku, sehingga kau tak bisa merasakannya, merasakan kekalahanku.

Sabtu, 27 Agustus 2016

Menuju Terik Mentari

Hari yang panas, disaat matahari bersinar tepat di atas kepala manusia, terik di siang hari.
Pun jika kau tak mau menghadapinya, esok akan tetap muncul kembali, terik mentari selalu ada.
Waktu tak lagi se syahdu pagi, dimana sejuknya embun harus dilewati dan menuju ke hari yang lebih panas menantang.
Kau harus kuat, kau harus yakin bahwa terik mentari ini dinantikan banyak orang, meski kadangkau lupa bahwa tidak semua orang bisa menikmatinya.
Mau tidak mau, kau harus meninggalkan syahdunya embun pagi, lalu  berjalan di bawah terik mentari, untuk bisa melihat senja yang mengagumkan, ingatkan bahwa proses akan selalu berjalan, dengan atau tanpa kau.
Keraslah pada dirimu sendiri atau dunia yang akan menguasaimu.
Terdakang kita terlalu mengasihani diri sendiri hingga terlena pada kenyamanan, andai saja kau memahami lebih awal, bahwa lelah akan selalu beriringan dengan syukur, kau akan membelinya berjuta-juta rupiah mahalnya.
Bahkan orang yang tak pernah lelah pun diuji dengan sakit agar merasakan perjuangan.
Perjuangan adalah terik mentari, tapi tenanglah selalu ada sinar rembulan yang mendamaikan setiap lelah.
Pandangilah, resapilah, dan bersyukurlah karena kau berhasil menaklukan satu matahari di hari ini.

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...