Kamis, 06 Oktober 2016

Sepasang Takdir untuk Sepasang Manusia

Haii dirimu yang tentunya bukan Dilan-ku, karena aku bukan Milea
Haii kepadamu yang tentunya bukan Romeo, karena aku bukan Juliet
Dan kepada hati itu yang tentuya bukan Zainudin, karena aku bukan Hayati

Kau, tetaplah kau dengan aku yang tetap menjadi aku
Tapi, aku sadar, harus ada yang berubah setelah semua hal selalu sama 
Mungkin aku yang merasa kau berubah, karena aku selalu sama.

Benar atau tidak, di Solo kini hampir selalu hujan, dengan hujan yang berbeda, hujan yang lebih menderu
Membuat Solo yang biasanya Ngangeni, kadang jadi Medeni . Solo itu nyaman, hingga aku terlena kenyamanannya, membuatku lupa bahwa dibalik nyamannya Solo, ada pribadi yang berpeluh disana, berperang dengan semua hal diluar kenyamanan, bahkan mungkin dia tak merasa sedang di Solo, begitulah kira-kira

Kata yang mengejutkan malam itu adalah sebuah tamparan bagiku, tentang bagaimana semua ini akan berjalan, tentang bagaimana sebuah keputusan dijatuhkan, tentang kebimbangan-kebimbangan yang harus segera aku pilih. Mungkin cinta selalu begitu, cinta selalu menuntut. Menuntut untuk menikah.
Heii, menikah, iya itu indah bukan? 
Menikah adalah tuntutan sekaligus tuntunan agama bukan? bukankah Agama adalah pedoman hidup, maka apa yang menjadi tuntunan di dalamnya, tentu menuntut untuk dilaksanakan, dan tentunya tuntutan ini akan dipenuhi atau tidak tergantung pelaku agamanya. Semua orang adalah pelaku agama, karena selalu saja ada pelaku yang baik dan tidak. 
Ahh jadi melebar, aku hanya membagi pelaku menjadi dua situasi (baik-buruk) 
tapi tidak dengan agama, agama selalu benar karena dari Nya yang Maha segalanya

Menikah, iya, bagaimana kini aku menahan berbagai rindu lalu terus bertemu
Menikah, iya, saat dimana kepenatanku tak lagi bisa aku pendam, tapi harus aku utarakan
Menikah, iya, saat itu saat dimana kebahagian-kebahagiaan ideal setiap pasangan diuji di ring nyata
Menikah, iya, waktu dimana aku akan menangis sejadi-jadinya bersama dia
Menikah, iya, bagian dari hidup saat benar-benar menggila bersama dia

Dia, saat ku bicara tentang dia, hanya ada bayangannya, dia lagi, dia lagi, terlanjur mengisi rongga imajiku, membuatku selalu menghubungkan dia dengan pernikahan.
Aku ingin, tentu aku sangat ingin bersama dia, hanya saja ada yang sulit aku jelaskan dengan semua ini, tentang bagaimana aku dan dia akan bersama
Ada berlapis-lapis proses yang harus kami hadapi, saat aku mulai mengerti bagaimana sesungguhnya dia sebelum waktu yang sesungguhnya itu terjadi. 
Aku tengah dalam ujian dunia yang dia buat untukku.
Hanya saja aku merasa dia berbeda, tak lagi nyaman namun aku tetap rindu
Sikap yang dibuatnya membuatku gentar dan menahan sejuta rindu untuk aku katakan
Aku merasa dia begitu tinggi, dan aku tak sedang beriringan dengannya
ohh sungguh ini terasa jauh..membuatku sulit menjangkaunya meski hanya sebatas rindu.

Beginikah saat kau menuntut, membuatku tak bisa untuk tidak menurutinya, ahh apakah demikian ini jalanku ya Tuhan? apakah aku ini adalah tuntutannya untuk memenuhi tuntunanMu ?
Aku begitu bingung ya Tuhan, bagaimana dan darimana aku memikirkan semua ini.
Bagaimana satu kesempatan itu akan dipertaruhkan. Kenapa hanya ada satu kesempatan jika dia memang cinta ? bukankah cinta tak paham artinya jumlah? dimana satu selalu bisa bermakna satu di hari ini, satu lagi hari esok, dan seterusnya ?
Dari semua ini aku tahu, cinta itu tak pernah bisa menunggu
Cinta selalu terburu-buru, 
Terburu-buru ingin mengejar, memiliki, menemani, dan menikahi
Itulah kejamnya cinta, membuat cinta tampak garang bak preman..
Ohh Tuhan, apa sebenarnya jodoh ?
Aku bukan dipusingkan oleh cinta, karena selamanya cinta tak bisa dipikirkan
Aku hanya dibuat penat oleh jodoh, 
Jodoh membuat cinta tak mesti bersama
cocok tak mesti serumah, restu tak mesti menyatu, lama tak mesti bersanding, dan  dia tak mesti suamiku? 
Ohh Tuhan..aku begitu bertanya-tanya akan semua ini... ada apa dibalik semua ini ? tentu ada dua hal.
Karena semua hal didunia ini diciptakan berpasangan bukan?
Aku dan kau, adalah sepasang manusia yang sedang mengarungi berpasang-pasang kemungkinan di dunia ini, hanya ada sepasang jawaban untuk kita, pula hanya ada sepasang keputusan hingga sepasang takdir untuk kita... (kau memilikiku, aku memilikimu) 

Rabu, 31 Agustus 2016

Kau Selalu Menang

Di penghujung agustus tahun 2016 ini, aku berwajah muram.
Bermula sejak semalam dan malam-malam sebelumnya dengan kerinduanku yang tidak bisa diungkapkan, bahkan hampir hilang harapan atas rasa itu.
Namun malam tadi semua itu membuncah seketika, rindu yang begitu dalam hanya bisa bertemu dalam waktu 1 jam, di motor dan hujan. Syahdu mungkin bagi sebagian orang, namun bagiku, pertemuan ini hanya menjadi pemicu rindu yang lebih besar lagi.
Aku tahu, betapa sibuknya dirimu membuatku tak sempat meluangkan waktu untukku, untuk kita berdua. Bahkan sering pula kau tak menghiraukanku, memberi kabar seadanya, dan jarang sekali memperhatikanku.
Aku merasa kesepian dengan semua kesibukanmu, dan caramu memperlakukanku dengan tidak perhatian, kau selalu bilang aku itu orang yang bisa diajak mengerti dengan semua kesibukan dan keadaanmu.
Kau benar, tapi kau juga keliru.
Aku bisa mengerti, tapi tak selamanya selalu bisa berlaku sama padamu.
Kau selayaknya pasanganpun seharusnya memberikan hal yang sepadang dengan apa yang sudah kau dapatkan dariku.
Bukan ku tak tulus, namun tentunya kau tahu namanya perasaan tidak bisa dibiarkan begitu saja, dia bisa hilang atau tumbuh ditangan orang selain kau.
Tentunya kau paham, bahwa sepasang kekasih semestinya saling memberi dan menerima bukan?
Aku senang kau bekerja, itu menunjukkan tanggungjawabmu sudah besar. Hanya saja, ketahuilah, aku hanya perempuan biasa yang tidak selalu bisa kuat, aku sekali saat juga rapuh dan membutuhkan kehadiranmu.
Aku bilang ataupun meminta darimu, aku tahu, kau tak pantas berlelah hati setelah seharian kau lelah fisik dan pikiran..aku hanya meminta pengertianmu saja.
Tapi apa daya, malam tadi, aku cemburu, cemburu dengan semua kesibukanmu, hingga aku pun menyuruhmu pulang.
Bukan ku tak mau lebih lama menemanimu, nyatanya kau sudah mengantarku pulang, hanya saja air mata kecewaku tak bisa kutahan karena ku tahu kau pulang secepat itu. Aku kecewa, mengapa secepat ini, mengapa sesingkat itu, mengapa begini, dan mengapa-mengapa lainnya. Semua kondisi yang membuatku lelah, begitu lelah semalam. Maaf aku lelah..sehingga aku membuatmu marah, membuatku merasa tidak dihargai, dan kecewa.
Kau pantas merasa demikian, kau selalu menang. Sehingga saat hatiku sedang begitu membutuhkanmu pun aku harus mengalah, dan kini kau menjauhiku.
Lelah, hatiku lelah dengan semua kesabaran dan pengertian ini, aku sungguh kesepian dan malam malam kesepianku ditebus 1 jam. Sebegitu sulitkah untuk kau sempatkan waktu...lebih dari 1 jam?
Kau bilang aku tak bersyukur, kau salah. Aku bersyukur karena setidaknya kau masih mau mengajakku dari rumahmu yang jauh.
Kau bilang aku membandingkan dengan orang lain, kau salah. Aku tak pernah membandingkan dengan siapapun sekalipun sedang begitu sulit bertemu denganmu.
Saat kau bilang ingin sendiri, aku takut. Takut kau akan lebih nyaman dengan kesendirianmu dari pada kebersamaan kita.
Maafkan aku, aku sungguh hanya sedang lelah menantimu..iya aku kalah, kalah dengan egoku sendiri.
Dan kau menang, menang merebut rasa rinduku, membuatnya menjadi rasa bersalah yang begitu dalam.
Sayangnya, kau tak di posisiku, sehingga kau tak bisa merasakannya, merasakan kekalahanku.

Sabtu, 27 Agustus 2016

Menuju Terik Mentari

Hari yang panas, disaat matahari bersinar tepat di atas kepala manusia, terik di siang hari.
Pun jika kau tak mau menghadapinya, esok akan tetap muncul kembali, terik mentari selalu ada.
Waktu tak lagi se syahdu pagi, dimana sejuknya embun harus dilewati dan menuju ke hari yang lebih panas menantang.
Kau harus kuat, kau harus yakin bahwa terik mentari ini dinantikan banyak orang, meski kadangkau lupa bahwa tidak semua orang bisa menikmatinya.
Mau tidak mau, kau harus meninggalkan syahdunya embun pagi, lalu  berjalan di bawah terik mentari, untuk bisa melihat senja yang mengagumkan, ingatkan bahwa proses akan selalu berjalan, dengan atau tanpa kau.
Keraslah pada dirimu sendiri atau dunia yang akan menguasaimu.
Terdakang kita terlalu mengasihani diri sendiri hingga terlena pada kenyamanan, andai saja kau memahami lebih awal, bahwa lelah akan selalu beriringan dengan syukur, kau akan membelinya berjuta-juta rupiah mahalnya.
Bahkan orang yang tak pernah lelah pun diuji dengan sakit agar merasakan perjuangan.
Perjuangan adalah terik mentari, tapi tenanglah selalu ada sinar rembulan yang mendamaikan setiap lelah.
Pandangilah, resapilah, dan bersyukurlah karena kau berhasil menaklukan satu matahari di hari ini.

Minggu, 29 Mei 2016

Seperti Orang Asing

Seseorang dimanapun saat ini kau berada..
Aku ingin menyampaikannya, karena rasanya tidak mungkin kau dengarkan jika harus kukatakan secara langsung maupun tidak, mungkin dengan ini kau akan membacanya.

Aku tidak akan memulai dengan kata maaf, karena kata itu sudah tidak bisa lagi kau maknai sebagai sebuah tanda penyesalanku. Aku salah, iya, salah merespon tindakanmu, bukan aku tidak menghargai pertolonganmu, hanya saja dengan kekalutanku saat itu aku hanya berpikir bahwa kau sudah paham tentang kesulitanku yang dengan atau tanpa ada suatu masalahpun kau sudah tahu. Hari itu kau seakan tidak memahamiku, membuatku merasa kau tak lagi mau membantuku, saat aku berkata tidak bisa, sesungguhnya aku benar-benar sangat tidak bisa, bahkan untuk menjangkau kesana yang menurutmu dekat dan mudah. Akan lebih baik jika aku menolaknya, dan kau membawa kembali semua yang kau tawarkan untuk membantuku, hanya saja kau mungkin tidak sedang berada di posisiku, sebenarnya untuk meminta bantuan adalah hal yang sulit dilakukan, kau harus paham itu. Kesalahku ini  membuatmu marah karena merasa bantuanmu ditolak dan tidak dihargai, tapi yang ingin aku sampaikan adalah bagaimana jika kau harus memilih antara merepotkan orang lain atau melewatinya sendiri. Aku tak tahu bahwa kau sedang sibuk kala itu, dan membuat apa yang kau lakukan menjadi sia-sia.
Diam, senjata yang paling mematikan, aku harus menerka apa maksud dari diam itu, memilih untuk menunggu atau berusaha, membiarkan atau terus berusaha. Aku tak suka diam, apalagi didiamkan, kau pun harus paham bahwa kesalahku tak mengurangi sedikitpun dari apa yang kau punya, tak lagi membebanimu, tak pula menuntutmu, bagaimanapun kemarahanmu waktu itu, ingatlah bahwa kau harus bersyukur, karena tak harus melalui saat seperti aku.
Aku kini bagaikan orang asing bagimu, yangg tak lagi tahu perkataanmu, tak lagi paham maumu, dan tak bisa menjangkaumu. Teruskan saja jika kau inginkan itu, hanya saja kau tak akan pernah tahu bahwa ada hal besar yang salah kau pahami.

Sabtu, 30 April 2016

Perempuan Beruntung

Haloo semuanya, lama rasanya tak menyambangi lembar (apapun dengan fungsi sama) kosong ini, iya untuk apalagi kalau bukan untuk berbagi cerita.

Pertama aku tak ingin berpura-pura tidak bagagia karena dia mendapatkan kesempatan untuk pergi Umroh ke tanah suci, well sampai berita ini aku sungguh senang sekaligus merasa aku ini semakin jauh dengannya, bukan jauh dari segi jarak yang terukur dengan satuan meter, tapi jauh dalam arti pencapaian hidup dan status yang akan sangat dilihat oleh orang. Aku ini cuma orang dari keluarga biasa, tak ada yang bisa aku banggakan seketika ini, dan aku dipertemukan dengan orang yang begitu mudah mendapatkan segala kemudahan, iya dia. Aku mungkin hanya tidak siap untuk menghadapi kenyataan bahwa mungkin ada sedikit ataupun banyak hal yang akan berubah, bisa jadi sudut pandang dalam menilaiku, hatinya dalam mengukur bagaimana baiknya yang tepat untuk mendampinginya, atau mungkin kesempatan yang akan mempertemukan dengan beberapa perempuan lain yang lebih setara dengannya.
Jujur, aku merasa sangat beruntung dipilih oleh seseorang seperti dia, dengan segala yang ada dan melekat padaku, rasanya jauh dengan dirinya, kalau dalam Islam ada pernyataan yang mengatakan bahwa jodoh adalah cerminan dari diri kita, lantas aku ini sedang bercermin kepada siapa? akankah dia adalah orangnya atau bukan? entahlah...aku tak tahu mengapa pikiran seperti ini harus muncul kepadaku, menjadikanku kembali melihat siapa diriku sesungguhnya. Aku merasa tak pantas, ditambah tahun depan InsyaAllah orangtuanya akan pergi Haji, sementara orangtuaku ? ahh entahlah...kalau dalam Islam itu jodoh adalah dia yang tengah memantaskan diri untukmu, lantas aku ini apa bagimu? apa yang tengah aku persiapkan?
Aku kembali mempertanyakan kepada diriku sendiri, sungguhkan aku ini pantas bersanding dengannya? dia yang begitu jauh nasibnya dari nasibku? akankah ada takdir yang menemukan dua nasib yang berbeda ini ? sungguh aku sedang merasa iri dengan orang-orang yang bisa mengerti dia, apa yang menjadi passionnya, apa yang menjadi bidang yang disenanginya, tentu banyak yang kagum padanya, pemuda yang masih belia, pekerja keras, rajin beribadah, tentunya dia mendapatkan kemudahan dan keberuntungan...siapa yang tidak ingin bersamanya ? Untungnya aku tak tahu siapa saja yang menginginkannya, lagipula kalaupun aku dibandingkan dengan ukhti-ukhti di luar sana, aku tidak ada apa-apanya, aku ini cuma orang yang kebetulan menemani hatimu selama hampir 4 tahun belakangan, mungkin ini bukan hal yang membanggakan bagi para ukhti disana yang tentu punya segudang ilmu agama, akidah, dan paran yang menentramkan.
Ya Allah ...sesungguhnya aku tidak sedang tidak mensyukuri, aku hanya sedang bermuhassabah dengan diriku sendiri, Engkau sangat baik padaku, hingga aku dipertemukan dengan lelaki seperti dia yang membuatku selalu merasa beruntung. Hanya saja, pertanyaanku saat ini adalah, Engkau yang Maha membolak balikkan perasaan manusia, akankah menempatkan diriku di hatinya ? cintanya padaku adalah ujian tentunya, meskipun berwujud hal yang menyenangkan, tapi dari sini aku merasa sedang diuji.. ujian untuk memantaskan diri atau mengundurkan diri..sama-sama sulit bagiku.
Hari ini dia sedang perjalanan pulang ke Solo, sungguh sekali lagi aku katakan bahwa aku adalah perempuan beruntung karena bertemu dengan dia, tak lebih dari itu, yang perlu aku tahu bahwa keberuntungan tak selalu ada untuk kita bukan?
Sungguh, aku menyayanginya...aku mencintainya...dengan atau tanpa aku melihat bagaimana kami berdua dulu dan saat ini, semoga dengan apa yang aku rasakan mampu membawaku kepada keputusan yang tepat. Ini adalah dunia, dimana bukan hanya kami berdua dengan modal perasaan saja, namun ada banyak penilaian yang berlapis-lapir untuk menilai kami berdua, sungguh ini adalah kenyataan yang tak mungkin dihindarkan.
Untuk dirimu yang tengah aku sayangi hingga saat aku menuliskan semua ini, kau adalah lelaki baik yang kutemui, kau adalah sosok yang penyayang, pandai, taat, lagi pekerja keras, kau mengajarkanku untuk selalu optimis melihat hari esok, kau adalah lelaki yang bertanggungjawab, kau adalah lelaki beruntung, kau sosok yang disenangi banyak orang, kau tetaplah orang yang tengah kurindukan dengan atau tanpa kukatakan perasaan itu, entah semua akan tetap berjalan seperti ini, kau tetap jadi seseorang yang membuatku cemburu pada orang-orang yang bisa melihatmu setiap saat, melihatmu sholat, makan, berdiskusi, fokus bekerja, lelah di kantor, bercanda tawa, atau saat kau ternyata tengah ketiduran di meja kerjamu..sungguh aku cemburu pada semua itu. Cemburu itu datang dari orang yang tak mampu, benar saja..aku tak mampu menjangkau mu, entah suatu saat nanti jika Allah berkehendak, mungkin cemburuku akan hilang dengan cara aku bersamamu atau sebaliknya, yang jelas suatu saat nanti cemburu ini akan hilang atas ijinMu.
Sungguh...aku adalah perempuan yang beruntung karena bertemu denganmu..

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...