Kamis, 30 November 2017

Tertinggi dan Terjatuh

Aku menjamin, kau tak pernah menemuiku sedang duduk memandang laptop ditemani secangkir vietnamese drip yang tersisa setengah cup..

Aku menjamin, kau tak pernah menemuiku bersama dalam satu proyek pekerjaan yang menjadikanmu mengagumi segala gelak lincah saat mengerjakan sesuatu..

Aku menjamin, kau tak pernah menemuiku dalam satu media cetak dimana namaku tercetak bersama denganmu disana...

                Iya...kau tak akan pernah menemuiku disana, karena kau tau bukanlah diriku yang bisa kau temui di situasi seperti itu.

 Kita adalah dua insan yang berbeda, begitu banyak hal yang berbeda, hingga kita merasa inilah keindahannya, karena kita dapat saling melengkapi. Tapi apakah aku harus menjadi penyuka kopi tuk bisa kau kagumi (lagi) ?

Aku...menemuimu, saat kau..sedang terluka kala itu...menatap dengan kehampaan gemerlap malam dan canda tawa yang kau lewati sekedar menyematkan lalu kembali pergi bersama alunan musimk Didi Kempot yang menyibak luka hatimu kala itu..

 Semangatmu menyurut dan ceriamu menghilang, aku menemuimu saat kau sedang terpuruk kala itu, di sela-sela harapanmu  luluh karena pengkhianatan, kala itu aku tak mengerti sesakit apa hatimu..inginku hanyalah menjadi orang yang bisa mendengarkanmu, pun sebelumnya kita tak pernah saling tahu. Persahabata yang tak pernah saling mengenal..hanya saling tahu  

Serangkaian kisah yang bermula darisana membuatku tenggelam untuk menelusuri liku hidupmu, mengikuti alur kisahmu, menjadi bayangan yang tak pernah terlihat orang lain, menyimpan segala suka maupun duka. Waktu yang tidak sebentar untuk bisa membersamaimu, waktu yang penuh dengan kisah suka maupun duka, terlampaui dalam sunyi.
Sunyi...pergerakan yang tersembunyi, langkah yang tertata hati-hati, mencuri dan mencari cara untuk bisa saling memandang..meskipun dari jauh. Hal-hal kecil yang pernah tersemat dalam perjalanan ini sangatlah biasa, sebatas kertas, pita, kaleng minuman, atau bahkan gambar dalam debu. Mungkin kita terlalu receh merayakan kebahagiaan kala itu, sungguh tak terbayangkan bisa bertahan dengan semua itu. Bayangkan bagaimana kita menjaganya dengan hal-hal yang sangat sederhana, dengan sesedikit cara itu kita membangun halaman belakang, ingatkah bagaimana kita dengan kekanakan membayangkan masa tua duduk disana ? kepingan kesabaran selalu menjadi puing yang kita kumpulkan bersama ditengah derunya keinginan untuk mengutuhkan satu sama lain, dan kita masih kuat sampai saat itu.
Aku menemuimu, dikala semua percakapan tentang hati adalah kesakitan yang nyata...hingga setiap percakapan kita bertemu dibawah rembulan, menyaksikannya dengan begitu indah menyinari malam stasiun kala itu. Percakapan yang sangat biasa, hanya membicarakan bagaimana aku menyukai wedang jeruk dan kau menyenangi es teh...sesederhana itu kita bisa bertahan hingga saat itu.  Aku ingat bagaimana genggaman tangan malam itu seakan erat, seerat keyakinan yang mendadak tersalur lewat jari jemari yang saling bertemu ditengah penantian lampu hijau ..
Perlahan tanggal 22 selalu bergeser hingga lembar paling belakang dan tahun pun berganti, kisah-kisah kita diwarnai cerita lalu lalang yang kadang menjadi bahan perbincangan kita dikala senggang, hingga aku kini yakin bahwa kau adalah orang itu, sampai saat itu aku masih merasakannya dengan sangat jelas.
Kau dan aku tumbuh menjadi orang-orang yang memiliki jalan berbeda, selalu saja berbeda dan kita tak pernah membedakan semua itu, kita tak pernah membandingkan sekalipun tak pernah memiliki kesamaan. Entahlah kami hanya merasa saling melengkapi, rasa itu masih ada hingga saat itu.
Perlahan ocehanku menyepi, hal-hal kecilku berkurang dan kata manja kanak-kanakanku memudar karena perkerjaan yang sedang menyita perhatianku, dan mendadak kau mencarinya, ku kira kau merindukannya, ternyata kau tengah ‘sakit’ kala itu...
Pengakuan yang menggetarkan hatiku, sangat menyayat perasaanku, membuyarkan mimpi yang sedang mengambang indah dipikiranku sore itu, hari minggu sebulan sebelum tanggal ulang tahunmu,
Sampai saat itulah, aku sungguh tak bisa mengetahui hatimu sedang dimana, dibawa kemanakah tempat nyamanku itu dipindahkan ? ataukah siapa yang kau hadirkan untuk menempati barang sebentar kursi nyamanku disana ? singgasana yang selalu kau jaga itu nyatanya sempat hadir seseorang. Jika saja kau tahu, bagaimana aku menjaganya untukmu, tak ada seorangpun yang pernah mengetuknya ...

Jika saja kau tahu, kata maaf darimu selalu kusambut dengan lapang, kesalahnmu selalu kutabur dengan kebaikanmu agar ku tak lupa mensyukuri hadirmu, ketidakhadiranmu selalu kulebur dengan keikhlasan-keihlasan agar aku tak pernah membandingkanmu dengan orang lain, kekuranganmu selalu kulengkapi dengan penerimaanku, agar aku paham kita ini dua insan yang melengkapi. Lantas bagaimana kini ? bagaimana saat rasa percaya tertinggiku padamu jatuh terjun bebas melesat menuju lembah kekecewaan ...


Kali ini terasa sulit, sungguh aku membutuhkan bantuanmu keluar dari lembah ini...

Hari Setelah Kemarin

Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...