Aku menjamin, kau tak pernah
menemuiku sedang duduk memandang laptop ditemani secangkir vietnamese drip yang tersisa setengah cup..
Aku
menjamin, kau tak pernah menemuiku bersama dalam satu proyek pekerjaan yang
menjadikanmu mengagumi segala gelak lincah saat mengerjakan sesuatu..
Aku
menjamin, kau tak pernah menemuiku dalam satu media cetak dimana namaku
tercetak bersama denganmu disana...
Iya...kau
tak akan pernah menemuiku disana, karena kau tau bukanlah diriku yang bisa kau
temui di situasi seperti itu.
Kita adalah dua insan yang berbeda, begitu banyak hal yang berbeda, hingga kita merasa inilah keindahannya, karena kita dapat saling melengkapi. Tapi apakah aku harus menjadi penyuka kopi tuk bisa kau kagumi (lagi) ?
Aku...menemuimu, saat kau..sedang
terluka kala itu...menatap dengan kehampaan gemerlap malam dan canda tawa yang
kau lewati sekedar menyematkan lalu kembali pergi bersama alunan musimk Didi
Kempot yang menyibak luka hatimu kala itu..
Semangatmu menyurut dan ceriamu menghilang,
aku menemuimu saat kau sedang terpuruk kala itu, di sela-sela harapanmu luluh karena pengkhianatan, kala itu aku tak mengerti sesakit apa hatimu..inginku
hanyalah menjadi orang yang bisa mendengarkanmu, pun sebelumnya kita tak pernah
saling tahu. Persahabata yang tak pernah saling mengenal..hanya saling tahu
Serangkaian kisah yang bermula
darisana membuatku tenggelam untuk menelusuri liku hidupmu, mengikuti alur kisahmu,
menjadi bayangan yang tak pernah terlihat orang lain, menyimpan segala suka
maupun duka. Waktu yang tidak sebentar untuk bisa membersamaimu, waktu yang
penuh dengan kisah suka maupun duka, terlampaui dalam sunyi.
Sunyi...pergerakan yang
tersembunyi, langkah yang tertata hati-hati, mencuri dan mencari cara untuk
bisa saling memandang..meskipun dari jauh. Hal-hal kecil yang pernah tersemat
dalam perjalanan ini sangatlah biasa, sebatas kertas, pita, kaleng minuman,
atau bahkan gambar dalam debu. Mungkin kita terlalu receh merayakan kebahagiaan
kala itu, sungguh tak terbayangkan bisa bertahan dengan semua itu. Bayangkan
bagaimana kita menjaganya dengan hal-hal yang sangat sederhana, dengan
sesedikit cara itu kita membangun halaman belakang, ingatkah bagaimana kita
dengan kekanakan membayangkan masa tua duduk disana ? kepingan kesabaran selalu
menjadi puing yang kita kumpulkan bersama ditengah derunya keinginan untuk mengutuhkan
satu sama lain, dan kita masih kuat sampai saat itu.
Aku menemuimu, dikala semua
percakapan tentang hati adalah kesakitan yang nyata...hingga setiap percakapan
kita bertemu dibawah rembulan, menyaksikannya dengan begitu indah menyinari
malam stasiun kala itu. Percakapan yang sangat biasa, hanya membicarakan
bagaimana aku menyukai wedang jeruk dan kau menyenangi es teh...sesederhana itu
kita bisa bertahan hingga saat itu. Aku
ingat bagaimana genggaman tangan malam itu seakan erat, seerat keyakinan yang
mendadak tersalur lewat jari jemari yang saling bertemu ditengah penantian
lampu hijau ..
Perlahan tanggal 22 selalu
bergeser hingga lembar paling belakang dan tahun pun berganti, kisah-kisah kita
diwarnai cerita lalu lalang yang kadang menjadi bahan perbincangan kita dikala
senggang, hingga aku kini yakin bahwa kau adalah orang itu, sampai saat itu aku
masih merasakannya dengan sangat jelas.
Kau dan aku tumbuh menjadi
orang-orang yang memiliki jalan berbeda, selalu saja berbeda dan kita tak
pernah membedakan semua itu, kita tak pernah membandingkan sekalipun tak pernah
memiliki kesamaan. Entahlah kami hanya merasa saling melengkapi, rasa itu masih
ada hingga saat itu.
Perlahan ocehanku menyepi,
hal-hal kecilku berkurang dan kata manja kanak-kanakanku memudar karena
perkerjaan yang sedang menyita perhatianku, dan mendadak kau mencarinya, ku
kira kau merindukannya, ternyata kau tengah ‘sakit’ kala itu...
Pengakuan yang menggetarkan
hatiku, sangat menyayat perasaanku, membuyarkan mimpi yang sedang mengambang
indah dipikiranku sore itu, hari minggu sebulan sebelum tanggal ulang tahunmu,
Sampai saat itulah, aku sungguh
tak bisa mengetahui hatimu sedang dimana, dibawa kemanakah tempat nyamanku itu
dipindahkan ? ataukah siapa yang kau hadirkan untuk menempati barang sebentar
kursi nyamanku disana ? singgasana yang selalu kau jaga itu nyatanya sempat
hadir seseorang. Jika saja kau tahu, bagaimana aku menjaganya untukmu, tak ada
seorangpun yang pernah mengetuknya ...
Jika saja kau tahu, kata maaf darimu selalu kusambut dengan lapang, kesalahnmu selalu kutabur dengan kebaikanmu agar ku tak lupa mensyukuri hadirmu, ketidakhadiranmu selalu kulebur dengan keikhlasan-keihlasan agar aku tak pernah membandingkanmu dengan orang lain, kekuranganmu selalu kulengkapi dengan penerimaanku, agar aku paham kita ini dua insan yang melengkapi. Lantas bagaimana kini ? bagaimana saat rasa percaya tertinggiku padamu jatuh terjun bebas melesat menuju lembah kekecewaan ...
Kali ini terasa sulit, sungguh aku membutuhkan bantuanmu keluar dari lembah ini...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar