Kepercayaan terhadap pasangan
adalah hal yang oleh sebagian pasangan menjadi kriteria dasar berjalannya
sebuah hubungan, tentu itu adalah hal yang penting untuk disepakati ya ?
Kepercayaan juga sering
menimbulkan konflik dalam sebuah hubungan, karena hal tersebut sangat sensitif,
sebuah keadaan yang tidak bisa disaksikan, tapi menyangkut penerimaan seseorang
atas hal yang nyata. Jadi, dalam kepercayaan itu hati dan logika bermain,
namanya bermain kadang jadi akur dan kadang ya hancur, itu wajar.
Sebagian orang mendefinisikan
konsep kepercayaan itu hanya ada dua, yakni percaya dan tidak percaya. Padahal,
jawaban percaya dan tidak percaya biasanya hanya akan dikelola oleh salah satu
bagian paling naluriah, yakni dimana saat menjawab “percaya atau tidak percaya”
bagi perempuan adalah dengan pertimbangan perasaan sedangkan bagi laki-laki
untuk menjawab “percaya atau tidak percaya” adalah dengan pertimbangan logika.
Kalaupun ada yang mengkombinasikan keduanya, itu pasti orang yang sudah sangat
mengenal betul pasangannya dan saling menemukan tipikal ideal dari harapan
masing-masing.
Tapi......gak ada pasangan yang benar-benar
ideal kan?? Pernah gak kita melihat orang tua kita seakan tidak bisa
mengandalkan satu sama lain di suatu bidang? misalnya ibu tidak percaya ke
bapak saat pergi belanja, atau bapak gak percaya saat ibu berkendara
menggunakan motor sendiri dan hal-hal kecil lainnya ? dari sini kita tahu bahwa
kepercayaan adalah hal yang bisa dipelajari. Kepercayaan itu sangat luas,
karena hubungan dua insan manusia itu sejatinya sangat kompleks dan dinamis,
jadi kalau dibilang kepercayaan itu perkara perasaan aja, itu tidak benar, tapi
tidak bisa disalahkan juga karena itu termasuk di dalamnya.
Kepercayaan bukan hal yang
diberikan begitu saja tanpa ada pertimbangan, saat kita melihat orang
tua kita
yang sudah tenang menghadapi berbagai hal dengan pasangannya adalah karena
level kepercayaannya sudah meningkat. Bagaimana bisa meningkat ? tentu
prosesnya panjang. Kepercayaan itu seperti pengetahuan, dia harus dipelajari, dianalisa
kemudian disimpulkan. Agar perempuan dan laki-laki menemukan frame yang sama,
satu konsep kepercayaan ini harus di-filter menggunakan sudut pandang perempuan
dan laki-laki, yakni perasaan dan logika, keduanya harus sinkron, baru kemudian
kepercayaan itu akan kaya dengan struktur mental yang kuat. Kenapa si repot
gini ? iya dong, saat Anda berada pada titik tidak percaya, tentu itu akan
sangat membuat gelisah, kemudian dengan sendirinya Anda akan mencari cara untuk
kembali percaya dengan pasangan Anda. Semakin banyak stok pengetahuan Anda
tentang pasangan Anda, akan lebih mudah bagi Anda dalam memberikan kepercayaan
itu kembali. Makanya sering kita temui pasangan yang curigaan, seseorang yang
begitu trauma terhadap komitment, atau seorang yang bisa memiliki selingkuhan ?
semua adalah berawal dari kepercayaan.
Kepercayaan itu perlu di- up
grade, seperti anti virus yang melakukan proteksi terhadap gadget kita, dia
akan selalu menyesuaikan dengan perkembangan virus, dan sebelum melakukan
up-grade tentu ada kesepakatan antara vendor penyedia layanan anti virus dan si
pengguna gadget untuk menyetujui beberapa hal yang menjadi syarat untuk
berjalannya sistem tersebut. Pun, sama dengan pasangan, kita gak boleh memasang
kepercayaan level 3 kepada tingkat risiko pasangan kita berada di level 7,
harus di-up grade biar aman. Jadi... kadang kita menemui pasangan kita berada
di titik curiga, iya tentu, setiap pasangan baik laki-laki maupun perempuan
punya sisi itu, dan itu memang perlu. Pada titik curiga, adalah saat dimana
pasangan kita sedang menuju proses up grade kepercayaan mereka, proses ini
berkaitan dengan penerimaan yang harus dilalui dua frame tadi (perasaan dan
logika), butuh komunikasi untuk menyampaikan berbagai hal seputar “kecurigaan”
tersebut, mulai dari pengetahuan tentang hal tersebut, emosi dan konklusi yang
diambil. Kegagalan proses ini sering terjadi karena pasangan sudah merasa “tidak
dipercaya lagi”, dan biasanya bereaksi dengan berhentinya komunikasi yang
semestinya terus berjalan untuk memenuhi kebutuhan stok pengetahuan yang
dibutuhkan pasangannya. Proses ini memang akan melibatkan unsur emosional dan
juga rasional, jadi rentan akan kegagalan menemukan solusi, padahal saat tercipta
konklusi yang tepat, pasangan akan berada pada level kepercayaan yang baru dan
mereka akan lebih tenang menghadapi kejadian serupa. Proses up grade
kepercayaan akan memperkaya kualitas kepercayaan, jadi kita akan merasa aman
bukan hanya karena kita sudah “percaya” pada pasangan kita, tapi kita sudah
paham betul kadar kepercayaan yang kita miliki ke pasangan kita itu seperti
apa. Hal itu akan berdampak pada hal-hal teknis yang sering terjadi di sekitar
kita nanti, dan semestinya akan merubah pola komunikasi kita ke pasangan
menyurut ke arah yang lebih santai.
Soal kepercayaan antar pasangan,
jangan dikira mudah, kita mempercayai orang yang tadinya bukan siapa-siapa dan
kemudian ada banyak hal yang membuat kita harus percaya, tapi...untuk suatu
komitment yang dilandasi cinta dan keimanan, tentu rasa percaya bisa diolah
sedemikian rupa untuk hal yang baik bukan J. Jangan hanya berpikir karena dia percaya pada Anda,
karena hal itu akan menciptakan kesan kepercayaan yang diberikan oleh dia itu
tidak terbatas, dan itu bisa membuat Anda lupa diri untuk tetap waspada.
Cobalah berpikir sebaliknya “Aku dipercaya oleh dia” ini akan memunculkan efek
tanggungjawab yang berbeda dalam menjaga diri sendiri, memberikan apresiasi dan
tentunya sempatkan untuk menyematkan hal-hal kecil yang manis di sela-sela
kesibukan masing-masing J
Assalamu'alaikum ..salam kenal dari orang Tasik nih :)
BalasHapusFollback yaa mba hehe
salam kenal jugaa Rani
BalasHapus