Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menunjukkan bumi ini berotasi terhadap matahari sehingga yang membedakan antara kemarin dan hari ini yakni terbenamnya mentari pertanda malam pergantian lalu terbitnya matahari sebagai tanda bergantinya hari kemarin menjadi hari ini.
Tapi bukan persoalan bagaimana hari berganti dari peredaran matahari yang bisa kita saksikan setiap harinya, namun selama 24 jam dalam 1 hari, ada banyak sekali kejadian yang membuatku tak semudah itu melupakan layaknya pergantian malam ke pagi hari.
Hari kemarin, tanggal 14 februari aku diundang untuk datang ke rumah dia, karena orang tuanya ingin bertemu denganku sebelum dia berkunjung ke rumahku esok lusa. Beberapa pertanyaan dilontarkan oleh orang tuanya kepadaku, mereka cukup baik menyambutku, dengan gaya mereka tentunya, dan aku menerima semua itu, buatku itu tidak masalah. Aku ditanya tentang kemantapan hatiku dengan dia, apakah aku bersedia tinggal di kota ini jika kami menikah nanti, apakah orang tuaku menerima kondisi keluarga dia dengan segala konsekuensinya, dan tentunya apakah aku menerima dia dengan segala kekurangan dan kelebihannya, semua pertanyaan itu bisa kujawab dengan tenang, meski hati ini kerap bergetar saat ditanya perihal kemantapan, ku masih gentar menatap mata ibunya yang mencoba mencari jawaban lewat sorot mataku saat bertanya soal kemantapan, bismillah aku menjawab insyaAllah. Pertemuan itu selesai, aku lega sekaligus bersyukur, aku hanya berharap mereka pun menerima kondisiku apa adanya, beginilah aku dengan segala kekuranganku.
Lalu hari kemarin pula tanggal 16-17 februari 2018 adalah hari yang melegakan bagiku, satu langkah membawa dia ke rumah untuk sebuah "tujuan" sudah aku lakukan, lega, bahagia meski dengan berbagai kekurangan dalam menyambutnya, tapi aku bersyukur karena orang tuaku menyambut baik niatnya, sebuah kelegaan sekaligus tanggungjawab yang harus benar-benar diseriusi, ini bukan permainan.
Kemudian, sebelum hari itu, kusebut hari kemarin..aku selalu masih saja mengingat hari-hari kemarin sebelum hari kemarin. Kejadian demi kejadian, kegoyahan hatinya, kemunculan orang lain dalam hubungan kami, tidak mudah untuk aku tepiskan begitu saja. Sejujurnya aku bahagia, namun entah mengapa seperti ada hal yang masih mengganjal di hatiku tentang dia, berbagai pertanyaan yang muncul seiring terbukanya jalan ini, perasaan-perasaan tersakiti yang kadangkala masih terkoyak saat melihat orang lain itu menunjukkan dirinya yang aku rasa berkaitan dengan dia, aku merasa masih ada sesuatu entah dari dia kepada orang lain itu atau antara orang lain itu terhadap dia. Masih timbul ketakutan akan terulangnya kejadian itu, betapa aku merasakan dia begitu berubah terhadapku karena munculnya orang lain, sikap yang acuh, terkesan kasar dan sungguh seperti orang lain, masa-masa itu adalah pengalaman rasa yang begitu menyiksa batin, aku tak bisa menggambarkan rasa itu, apakah trauma atau entahlah pada intinya aku takut hal itu terjadi kembali. Aku paham setiap orang selalu punya salah, akupun begitu, dan setiap orang punya kesempatan kedua begitu pula dengan dia, tapi entah mengapa rasa percaya ini masih ragu untuk menetap kembali kepadanya, apakah aku masih belum bisa memaafkan dia ? atau aku belum bisa memaafkan diriku sendiri ? ataukah aku belum ikhlas dalam memaafkan dia maupun diriku sendiri sehingga hal ini masih saja bersarang di ingatanku ?
Setiap kali aku melihat orang lain itu menunjukkan keberadaanya di sosial media tertentu, rasa curiga itu selalu muncul dan mengarah pada dia, sungguh kejam pikiranku, pikiran manusia selalu kejam, dia bisa membunuh orang lain tanpa diketahui siapapun, menyiksa dengan prasangka dan menghancurkan hati nurani karena asumsi. Apakah aku ini pendendam sehingga hal ini masih saja membuatku sakit dan menangis ? apakah hal itu masih terjadi di belakang sana sehingga firasat ini selalu saja tak tenang dan sedih saat mengingatnya ? aku termasuk orang yang mudah memaafkan, bagiku masalah tak benar-benar merupakan sebuah masalah, hanya ada ketidakpahaman persepsi saja, dan semua itu akan baik dengan sendirinya seiring waktu. Aku tak tahu mengapa masalah ini sungguh terasa menyakitiku menbuatku berpikir aku tak pernah benar-benar yakin saat ini, seperti sebuah keniscayaan untuk mempercayai manusia, sungguh aku ingin tenang, ingin kembali mempercayai, ingin kembali setulusnya kepada dia, seperti sedia kala, tapi rasanya itu sulit. Sulit untuk kuterima maupun kusampaikan, inginku dia mengatakan yang sesungguhnya terjadi dan menyesalinya di depanku, entah mengapa aku masih saja berkeinginan begini, salahkah ? wajarkah ? kuharap dia paham mengapa kuingin begini
Hari ini selalu berisi kesempatan yang baik untuk berubah bukan ? apakah aku harus kembali mengalah pada rasa ini ? rasa belum bisa menerima sebuah pengakuan atau mengikhlaskan kesalahan itu pernah ada di hubungan kami ? aku khawatir jika mereka saling bertemu dengan segala sesuatu yang hanya mereka berdua ketahui, aku mengkhawatirkan disaat hari-hari baru yang sedang susah payah kucoba untuk ikhlas tapi di belakangku mereka mengulang hari-hari kemarin yang buatku menyakitkan bahkan hanya untuk sekedar membayangkannya. Sebesar apa hatiku hingga Engkau menitipkan masalah ini kepadaku ya Allah ? akankah hari kemarin itu benar-benar bisa kuikhlaskan agar aku bisa benar-benar mengambil hikmah dari semua hari-hari kemarin itu ...
Dani NunaKarta
Minggu, 18 Februari 2018
Kamis, 30 November 2017
Tertinggi dan Terjatuh
Aku menjamin, kau tak pernah
menemuiku sedang duduk memandang laptop ditemani secangkir vietnamese drip yang tersisa setengah cup..
Aku
menjamin, kau tak pernah menemuiku bersama dalam satu proyek pekerjaan yang
menjadikanmu mengagumi segala gelak lincah saat mengerjakan sesuatu..
Aku
menjamin, kau tak pernah menemuiku dalam satu media cetak dimana namaku
tercetak bersama denganmu disana...
Iya...kau
tak akan pernah menemuiku disana, karena kau tau bukanlah diriku yang bisa kau
temui di situasi seperti itu.
Kita adalah dua insan yang berbeda, begitu banyak hal yang berbeda, hingga kita merasa inilah keindahannya, karena kita dapat saling melengkapi. Tapi apakah aku harus menjadi penyuka kopi tuk bisa kau kagumi (lagi) ?
Aku...menemuimu, saat kau..sedang
terluka kala itu...menatap dengan kehampaan gemerlap malam dan canda tawa yang
kau lewati sekedar menyematkan lalu kembali pergi bersama alunan musimk Didi
Kempot yang menyibak luka hatimu kala itu..
Semangatmu menyurut dan ceriamu menghilang,
aku menemuimu saat kau sedang terpuruk kala itu, di sela-sela harapanmu luluh karena pengkhianatan, kala itu aku tak mengerti sesakit apa hatimu..inginku
hanyalah menjadi orang yang bisa mendengarkanmu, pun sebelumnya kita tak pernah
saling tahu. Persahabata yang tak pernah saling mengenal..hanya saling tahu
Serangkaian kisah yang bermula
darisana membuatku tenggelam untuk menelusuri liku hidupmu, mengikuti alur kisahmu,
menjadi bayangan yang tak pernah terlihat orang lain, menyimpan segala suka
maupun duka. Waktu yang tidak sebentar untuk bisa membersamaimu, waktu yang
penuh dengan kisah suka maupun duka, terlampaui dalam sunyi.
Sunyi...pergerakan yang
tersembunyi, langkah yang tertata hati-hati, mencuri dan mencari cara untuk
bisa saling memandang..meskipun dari jauh. Hal-hal kecil yang pernah tersemat
dalam perjalanan ini sangatlah biasa, sebatas kertas, pita, kaleng minuman,
atau bahkan gambar dalam debu. Mungkin kita terlalu receh merayakan kebahagiaan
kala itu, sungguh tak terbayangkan bisa bertahan dengan semua itu. Bayangkan
bagaimana kita menjaganya dengan hal-hal yang sangat sederhana, dengan
sesedikit cara itu kita membangun halaman belakang, ingatkah bagaimana kita
dengan kekanakan membayangkan masa tua duduk disana ? kepingan kesabaran selalu
menjadi puing yang kita kumpulkan bersama ditengah derunya keinginan untuk mengutuhkan
satu sama lain, dan kita masih kuat sampai saat itu.
Aku menemuimu, dikala semua
percakapan tentang hati adalah kesakitan yang nyata...hingga setiap percakapan
kita bertemu dibawah rembulan, menyaksikannya dengan begitu indah menyinari
malam stasiun kala itu. Percakapan yang sangat biasa, hanya membicarakan
bagaimana aku menyukai wedang jeruk dan kau menyenangi es teh...sesederhana itu
kita bisa bertahan hingga saat itu. Aku
ingat bagaimana genggaman tangan malam itu seakan erat, seerat keyakinan yang
mendadak tersalur lewat jari jemari yang saling bertemu ditengah penantian
lampu hijau ..
Perlahan tanggal 22 selalu
bergeser hingga lembar paling belakang dan tahun pun berganti, kisah-kisah kita
diwarnai cerita lalu lalang yang kadang menjadi bahan perbincangan kita dikala
senggang, hingga aku kini yakin bahwa kau adalah orang itu, sampai saat itu aku
masih merasakannya dengan sangat jelas.
Kau dan aku tumbuh menjadi
orang-orang yang memiliki jalan berbeda, selalu saja berbeda dan kita tak
pernah membedakan semua itu, kita tak pernah membandingkan sekalipun tak pernah
memiliki kesamaan. Entahlah kami hanya merasa saling melengkapi, rasa itu masih
ada hingga saat itu.
Perlahan ocehanku menyepi,
hal-hal kecilku berkurang dan kata manja kanak-kanakanku memudar karena
perkerjaan yang sedang menyita perhatianku, dan mendadak kau mencarinya, ku
kira kau merindukannya, ternyata kau tengah ‘sakit’ kala itu...
Pengakuan yang menggetarkan
hatiku, sangat menyayat perasaanku, membuyarkan mimpi yang sedang mengambang
indah dipikiranku sore itu, hari minggu sebulan sebelum tanggal ulang tahunmu,
Sampai saat itulah, aku sungguh
tak bisa mengetahui hatimu sedang dimana, dibawa kemanakah tempat nyamanku itu
dipindahkan ? ataukah siapa yang kau hadirkan untuk menempati barang sebentar
kursi nyamanku disana ? singgasana yang selalu kau jaga itu nyatanya sempat
hadir seseorang. Jika saja kau tahu, bagaimana aku menjaganya untukmu, tak ada
seorangpun yang pernah mengetuknya ...
Jika saja kau tahu, kata maaf darimu selalu kusambut dengan lapang, kesalahnmu selalu kutabur dengan kebaikanmu agar ku tak lupa mensyukuri hadirmu, ketidakhadiranmu selalu kulebur dengan keikhlasan-keihlasan agar aku tak pernah membandingkanmu dengan orang lain, kekuranganmu selalu kulengkapi dengan penerimaanku, agar aku paham kita ini dua insan yang melengkapi. Lantas bagaimana kini ? bagaimana saat rasa percaya tertinggiku padamu jatuh terjun bebas melesat menuju lembah kekecewaan ...
Kali ini terasa sulit, sungguh aku membutuhkan bantuanmu keluar dari lembah ini...
Selasa, 11 Juli 2017
Kepercayaan itu Perlu di Up Grade
Kepercayaan terhadap pasangan
adalah hal yang oleh sebagian pasangan menjadi kriteria dasar berjalannya
sebuah hubungan, tentu itu adalah hal yang penting untuk disepakati ya ?
Kepercayaan juga sering
menimbulkan konflik dalam sebuah hubungan, karena hal tersebut sangat sensitif,
sebuah keadaan yang tidak bisa disaksikan, tapi menyangkut penerimaan seseorang
atas hal yang nyata. Jadi, dalam kepercayaan itu hati dan logika bermain,
namanya bermain kadang jadi akur dan kadang ya hancur, itu wajar.
Sebagian orang mendefinisikan
konsep kepercayaan itu hanya ada dua, yakni percaya dan tidak percaya. Padahal,
jawaban percaya dan tidak percaya biasanya hanya akan dikelola oleh salah satu
bagian paling naluriah, yakni dimana saat menjawab “percaya atau tidak percaya”
bagi perempuan adalah dengan pertimbangan perasaan sedangkan bagi laki-laki
untuk menjawab “percaya atau tidak percaya” adalah dengan pertimbangan logika.
Kalaupun ada yang mengkombinasikan keduanya, itu pasti orang yang sudah sangat
mengenal betul pasangannya dan saling menemukan tipikal ideal dari harapan
masing-masing.
Tapi......gak ada pasangan yang benar-benar
ideal kan?? Pernah gak kita melihat orang tua kita seakan tidak bisa
mengandalkan satu sama lain di suatu bidang? misalnya ibu tidak percaya ke
bapak saat pergi belanja, atau bapak gak percaya saat ibu berkendara
menggunakan motor sendiri dan hal-hal kecil lainnya ? dari sini kita tahu bahwa
kepercayaan adalah hal yang bisa dipelajari. Kepercayaan itu sangat luas,
karena hubungan dua insan manusia itu sejatinya sangat kompleks dan dinamis,
jadi kalau dibilang kepercayaan itu perkara perasaan aja, itu tidak benar, tapi
tidak bisa disalahkan juga karena itu termasuk di dalamnya.
Kepercayaan bukan hal yang
diberikan begitu saja tanpa ada pertimbangan, saat kita melihat orang
tua kita
yang sudah tenang menghadapi berbagai hal dengan pasangannya adalah karena
level kepercayaannya sudah meningkat. Bagaimana bisa meningkat ? tentu
prosesnya panjang. Kepercayaan itu seperti pengetahuan, dia harus dipelajari, dianalisa
kemudian disimpulkan. Agar perempuan dan laki-laki menemukan frame yang sama,
satu konsep kepercayaan ini harus di-filter menggunakan sudut pandang perempuan
dan laki-laki, yakni perasaan dan logika, keduanya harus sinkron, baru kemudian
kepercayaan itu akan kaya dengan struktur mental yang kuat. Kenapa si repot
gini ? iya dong, saat Anda berada pada titik tidak percaya, tentu itu akan
sangat membuat gelisah, kemudian dengan sendirinya Anda akan mencari cara untuk
kembali percaya dengan pasangan Anda. Semakin banyak stok pengetahuan Anda
tentang pasangan Anda, akan lebih mudah bagi Anda dalam memberikan kepercayaan
itu kembali. Makanya sering kita temui pasangan yang curigaan, seseorang yang
begitu trauma terhadap komitment, atau seorang yang bisa memiliki selingkuhan ?
semua adalah berawal dari kepercayaan.
Kepercayaan itu perlu di- up
grade, seperti anti virus yang melakukan proteksi terhadap gadget kita, dia
akan selalu menyesuaikan dengan perkembangan virus, dan sebelum melakukan
up-grade tentu ada kesepakatan antara vendor penyedia layanan anti virus dan si
pengguna gadget untuk menyetujui beberapa hal yang menjadi syarat untuk
berjalannya sistem tersebut. Pun, sama dengan pasangan, kita gak boleh memasang
kepercayaan level 3 kepada tingkat risiko pasangan kita berada di level 7,
harus di-up grade biar aman. Jadi... kadang kita menemui pasangan kita berada
di titik curiga, iya tentu, setiap pasangan baik laki-laki maupun perempuan
punya sisi itu, dan itu memang perlu. Pada titik curiga, adalah saat dimana
pasangan kita sedang menuju proses up grade kepercayaan mereka, proses ini
berkaitan dengan penerimaan yang harus dilalui dua frame tadi (perasaan dan
logika), butuh komunikasi untuk menyampaikan berbagai hal seputar “kecurigaan”
tersebut, mulai dari pengetahuan tentang hal tersebut, emosi dan konklusi yang
diambil. Kegagalan proses ini sering terjadi karena pasangan sudah merasa “tidak
dipercaya lagi”, dan biasanya bereaksi dengan berhentinya komunikasi yang
semestinya terus berjalan untuk memenuhi kebutuhan stok pengetahuan yang
dibutuhkan pasangannya. Proses ini memang akan melibatkan unsur emosional dan
juga rasional, jadi rentan akan kegagalan menemukan solusi, padahal saat tercipta
konklusi yang tepat, pasangan akan berada pada level kepercayaan yang baru dan
mereka akan lebih tenang menghadapi kejadian serupa. Proses up grade
kepercayaan akan memperkaya kualitas kepercayaan, jadi kita akan merasa aman
bukan hanya karena kita sudah “percaya” pada pasangan kita, tapi kita sudah
paham betul kadar kepercayaan yang kita miliki ke pasangan kita itu seperti
apa. Hal itu akan berdampak pada hal-hal teknis yang sering terjadi di sekitar
kita nanti, dan semestinya akan merubah pola komunikasi kita ke pasangan
menyurut ke arah yang lebih santai.
Soal kepercayaan antar pasangan,
jangan dikira mudah, kita mempercayai orang yang tadinya bukan siapa-siapa dan
kemudian ada banyak hal yang membuat kita harus percaya, tapi...untuk suatu
komitment yang dilandasi cinta dan keimanan, tentu rasa percaya bisa diolah
sedemikian rupa untuk hal yang baik bukan J. Jangan hanya berpikir karena dia percaya pada Anda,
karena hal itu akan menciptakan kesan kepercayaan yang diberikan oleh dia itu
tidak terbatas, dan itu bisa membuat Anda lupa diri untuk tetap waspada.
Cobalah berpikir sebaliknya “Aku dipercaya oleh dia” ini akan memunculkan efek
tanggungjawab yang berbeda dalam menjaga diri sendiri, memberikan apresiasi dan
tentunya sempatkan untuk menyematkan hal-hal kecil yang manis di sela-sela
kesibukan masing-masing J
Minggu, 09 Juli 2017
Sahabat itu Nyata
Entah sejak kapan aku merasa tak
pernah memiliki teman yang dekat, sahabat. Sejak saat aku tahu sahabat dekatku
berkhianat padaku, sejak itu aku merasa tak perlu lagi bersahabat dengan
siapapun. Aku merasa tak ada lagi orang yang bisa dipercaya untuk menjadi
sahabat, tapi aku salah. Aku sesungguhnya tak pernah tahu bagaimana perasaan
orang yang bersahabat denganku, akankah mereka nyaman atau tidak. Sepanjang
waktu, aku bertemu dengan semakin banyak orang, tak terasa, arti sahabat
kemudian kembali muncul di hidupku.
Saat aku kuliah S1, ada seorang
teman yang awalnya biasa saja, dia baik dan perhatian, serta lembut, aku ingat
hampir berbagai masalah yang aku bagi dengannya, bahkan aku pernah menangis di
kampus, dan disaksikan olehnya, moment yang sangat menyentuh. Aku bersyukur
sekali memiliki sahabat seperti dia. Jarak mungkin memisahkan kami berdua, dan
komunikasi hanya kami lakukan di waktu tertentu saja, tiada kata saling
mengekang dan mengikat persahataban, semua mengalir begitu alami. Dia selalu
menceritakan berbagai hal kepadaku, bukan hanya tentang dia, tapi juga tentang
teman-teman sekitar kami, banyak yang tidak menyangka aku tahu banyak hal
karena aku sesungguhnya adalah orang yang tidak peka, tapi dia menceritakan
banyak hal kepadaku, sampai aku disebut sebagai ‘tong sampah’ nya. Saat
ini...dia tetap menjadi orang yang bisa mengerti saat aku berkeluh kesah
kepadanya. Kini, dia sudahbekerja,
kembali ke kota asalnya dan kami belum pernah bertemu lagi.
Saat aku kuliah S2, ada seorang teman,
dia kakak tingkatku waktu S1 dan aku memang belum mengenalnya saat itu. Aku mengenalnya dengan baik, dia banyak
bercerita kepadaku, meskipun kami adalah dua orang yang sangat berbeda, namun
tak tahu mengapa semua terasa begitu kompak. Kami sering berdiskusi bersama,
mengerjakan tugas bersama, menyusun tesis bersama, perpustakaan menjadi tempat
favorit kami, bukan hanya untuk mencari referensi yang kami butuhkan, juga
untuk saling bercerita tentang berbagai masalah yang kami rasakan. Kami punya
kesamaan, yakni hobby makan mie ayam dan suka makanan pedas. Pertemanan yang
begitu menyenangkan. Hingga suatu saat, aku tahu hal yang begitu besar dalam
hidupnya, seputar keluarganya. Ini membuatku sangat terkejut, tapi aku senang,
dia percaya padaku untuk menjadi ‘tong sampah’ nya. Aku tak tahu sejak kapan
kemudian keadaan berupah, ada jarak diantara kami, ada sesuatu yang terjadi
pada persahabatan kami, dan aku tak tahu apa yang terjadi disana. Aku merasa
sangat menyayangkan ini terjadi, aku tak suka keadaan ini, aku tak tahu apa
yang membuatku harus diperlakukan seperti ini. Aku berharap kami bisa kembali
seperti sediakala..sahabatku
Semasa di kost, ada seorang
teman, aku tahu dia sejak SMA, hanya saja aku tidak mengenalnya, awalnya aku
merasa tidak bisa dekat dengannya, karena kami sangat berbeda. Mungkin karena
kami satu kost, perlahan kami mulai saling dekat dan terbuka, dan akhirnya jadi
sahabat baik. Dia orangnya humoris, suka makan mie ayam dan perhatian. Dia
paling tau saat aku sedang sakit perut di hari pertama setiap aku haid.
Meskipun gayanya kocak, tapi aku senang dia selalu ingat itu dan membelikanku
makanan tiap aku sedang terkapar, dia sebut aku sedang ‘rohingya’ (sebutan yang
aneh). Hal-hal aneh sering terjadi justru saat bersama dengannya, hal gila,
tertawa lepas, dan aku jadi diri sendiri. Kami pernah ke Semarang tanpa
rencana, pulang kehujanan, dan dia adalah pengendara sepeda motor yang handal,
dia selalu tau saat jupe (sepeda motornya) sedang dalam keadaan yang tidak
baik. Aku merasa nyaman dengannya, apapun aku ceritakan kepadanya, pun
sebaliknya, aku ingat bagaimana dia sampai menangis saat menceritakan
hubugannya dengan seseorang. Aku merasa sangat kesepian, karena dia sekarang
sudah di rumah, meskipun kami masih bisa saling berkomunkasi, tapi aku lebih
senang saat dia ada disini. Aku senang menjadi ‘tong sampah’nya, banyak hal
kami bicarakan bersama, tentang cinta, kuliah, pekerjaan, lingkungan dan
semuanya. Aku rindu berbicara dengan orang seperti dia.
Entahlah, aku merasa kesepian, karena belum ada lagi orang yang bisa menyamanku seperti mereka. Ada
seseorang, dia mungkin nantinya akan jadi orang yang menjadi sahabatku untuk
selamanya,. aku ingin merasakan ini dengannya, tanpa keraguan, rasa canggung
maupun malu. Aku ingin menjadikannya sahabat, tapi aku tahu, dia berbeda, dia
bukan perempuan yang memiliki sudut pandang sama denganku, dia bukan orang yang
punya waktu banyak karena dia bekerja,
dia orang yang tidak bisa selalu hadir karena rumahnya jauh. Tapi aku
butuh dia, aku merasa butuh dilindungi, diperhatikan dan butuh penguatan. Aku
merasa sangat kacau tanpa seorang sahabat. Aku paham, mengapa sahabat itu
begitu penting untuk seorang perempuan, karena hatinya rapuh. Perempuan selalu
membutuhkan kenyamanan, karena perempuan adalah sosok lembut yang tak bisa
sembarang tempat dia tempati. Perlahan aku menyadari, bahwa kunci kenyamanan
adalah jadi diri sendiri.
Kau tak perlu berpura-pura untuk
mendapatkan sahabat, jadilah diri sendiri..kau tau, ternyata paling sulit
adalah menjadi diri sendiri. Kadang aku berpikir, apakah dia menerima kondisiku
yang seperti ini, apakah mereka mengerti apa yang aku lakukan, apakah kalian
mau bersahabat dengan orang seperti aku ? itulah pikiran yang selalu menghantui
saat menjadi diri sendiri, sehingga kadang kita menjadi versi lain untuk bisa
diterima di suatu lingkungan.
Menerima kondisi baru pun tidak
mudah, harus menyesuaikan lagi, menata kembali diri ini, namanya pertemuan dan
perpisahan adalah satu pasang kepastian. Kita tak bisa mengelak, menolak
apalagi mengutuk semua itu, kita hanya perlu tahu bahwa selalu ada kebaikan
disetiap pertemuan dan perpisahan. Konflik, ketidaksepahaman, atau bahkan
kebencian, selalu ada dalam setiap pertemuan tapi semua itu tak pernah bisa
memisahkan segala kebaikan, kegilaan, keseruan, kenangan yang pernah terjalin
bersama. Bersahabatlah, karena kau membutuhkannya, kau tidak pernah bisa hidup
sendirian..
Kamis, 06 Oktober 2016
Sepasang Takdir untuk Sepasang Manusia
Haii dirimu yang tentunya bukan Dilan-ku, karena aku bukan Milea
Haii kepadamu yang tentunya bukan Romeo, karena aku bukan Juliet
Dan kepada hati itu yang tentuya bukan Zainudin, karena aku bukan Hayati
Kau, tetaplah kau dengan aku yang tetap menjadi aku
Tapi, aku sadar, harus ada yang berubah setelah semua hal selalu sama
Mungkin aku yang merasa kau berubah, karena aku selalu sama.
Benar atau tidak, di Solo kini hampir selalu hujan, dengan hujan yang berbeda, hujan yang lebih menderu
Membuat Solo yang biasanya Ngangeni, kadang jadi Medeni . Solo itu nyaman, hingga aku terlena kenyamanannya, membuatku lupa bahwa dibalik nyamannya Solo, ada pribadi yang berpeluh disana, berperang dengan semua hal diluar kenyamanan, bahkan mungkin dia tak merasa sedang di Solo, begitulah kira-kira
Kata yang mengejutkan malam itu adalah sebuah tamparan bagiku, tentang bagaimana semua ini akan berjalan, tentang bagaimana sebuah keputusan dijatuhkan, tentang kebimbangan-kebimbangan yang harus segera aku pilih. Mungkin cinta selalu begitu, cinta selalu menuntut. Menuntut untuk menikah.
Heii, menikah, iya itu indah bukan?
Menikah adalah tuntutan sekaligus tuntunan agama bukan? bukankah Agama adalah pedoman hidup, maka apa yang menjadi tuntunan di dalamnya, tentu menuntut untuk dilaksanakan, dan tentunya tuntutan ini akan dipenuhi atau tidak tergantung pelaku agamanya. Semua orang adalah pelaku agama, karena selalu saja ada pelaku yang baik dan tidak.
Ahh jadi melebar, aku hanya membagi pelaku menjadi dua situasi (baik-buruk)
tapi tidak dengan agama, agama selalu benar karena dari Nya yang Maha segalanya
Menikah, iya, bagaimana kini aku menahan berbagai rindu lalu terus bertemu
Menikah, iya, saat dimana kepenatanku tak lagi bisa aku pendam, tapi harus aku utarakan
Menikah, iya, saat itu saat dimana kebahagian-kebahagiaan ideal setiap pasangan diuji di ring nyata
Menikah, iya, waktu dimana aku akan menangis sejadi-jadinya bersama dia
Menikah, iya, bagian dari hidup saat benar-benar menggila bersama dia
Dia, saat ku bicara tentang dia, hanya ada bayangannya, dia lagi, dia lagi, terlanjur mengisi rongga imajiku, membuatku selalu menghubungkan dia dengan pernikahan.
Aku ingin, tentu aku sangat ingin bersama dia, hanya saja ada yang sulit aku jelaskan dengan semua ini, tentang bagaimana aku dan dia akan bersama
Ada berlapis-lapis proses yang harus kami hadapi, saat aku mulai mengerti bagaimana sesungguhnya dia sebelum waktu yang sesungguhnya itu terjadi.
Aku tengah dalam ujian dunia yang dia buat untukku.
Hanya saja aku merasa dia berbeda, tak lagi nyaman namun aku tetap rindu
Sikap yang dibuatnya membuatku gentar dan menahan sejuta rindu untuk aku katakan
Aku merasa dia begitu tinggi, dan aku tak sedang beriringan dengannya
ohh sungguh ini terasa jauh..membuatku sulit menjangkaunya meski hanya sebatas rindu.
Beginikah saat kau menuntut, membuatku tak bisa untuk tidak menurutinya, ahh apakah demikian ini jalanku ya Tuhan? apakah aku ini adalah tuntutannya untuk memenuhi tuntunanMu ?
Aku begitu bingung ya Tuhan, bagaimana dan darimana aku memikirkan semua ini.
Bagaimana satu kesempatan itu akan dipertaruhkan. Kenapa hanya ada satu kesempatan jika dia memang cinta ? bukankah cinta tak paham artinya jumlah? dimana satu selalu bisa bermakna satu di hari ini, satu lagi hari esok, dan seterusnya ?
Dari semua ini aku tahu, cinta itu tak pernah bisa menunggu
Cinta selalu terburu-buru,
Terburu-buru ingin mengejar, memiliki, menemani, dan menikahi
Itulah kejamnya cinta, membuat cinta tampak garang bak preman..
Ohh Tuhan, apa sebenarnya jodoh ?
Aku bukan dipusingkan oleh cinta, karena selamanya cinta tak bisa dipikirkan
Aku hanya dibuat penat oleh jodoh,
Jodoh membuat cinta tak mesti bersama
cocok tak mesti serumah, restu tak mesti menyatu, lama tak mesti bersanding, dan dia tak mesti suamiku?
Ohh Tuhan..aku begitu bertanya-tanya akan semua ini... ada apa dibalik semua ini ? tentu ada dua hal.
Karena semua hal didunia ini diciptakan berpasangan bukan?
Aku dan kau, adalah sepasang manusia yang sedang mengarungi berpasang-pasang kemungkinan di dunia ini, hanya ada sepasang jawaban untuk kita, pula hanya ada sepasang keputusan hingga sepasang takdir untuk kita... (kau memilikiku, aku memilikimu)
Rabu, 31 Agustus 2016
Kau Selalu Menang
Di penghujung agustus tahun 2016 ini, aku berwajah muram.
Bermula sejak semalam dan malam-malam sebelumnya dengan kerinduanku yang tidak bisa diungkapkan, bahkan hampir hilang harapan atas rasa itu.
Namun malam tadi semua itu membuncah seketika, rindu yang begitu dalam hanya bisa bertemu dalam waktu 1 jam, di motor dan hujan. Syahdu mungkin bagi sebagian orang, namun bagiku, pertemuan ini hanya menjadi pemicu rindu yang lebih besar lagi.
Aku tahu, betapa sibuknya dirimu membuatku tak sempat meluangkan waktu untukku, untuk kita berdua. Bahkan sering pula kau tak menghiraukanku, memberi kabar seadanya, dan jarang sekali memperhatikanku.
Aku merasa kesepian dengan semua kesibukanmu, dan caramu memperlakukanku dengan tidak perhatian, kau selalu bilang aku itu orang yang bisa diajak mengerti dengan semua kesibukan dan keadaanmu.
Kau benar, tapi kau juga keliru.
Aku bisa mengerti, tapi tak selamanya selalu bisa berlaku sama padamu.
Kau selayaknya pasanganpun seharusnya memberikan hal yang sepadang dengan apa yang sudah kau dapatkan dariku.
Bukan ku tak tulus, namun tentunya kau tahu namanya perasaan tidak bisa dibiarkan begitu saja, dia bisa hilang atau tumbuh ditangan orang selain kau.
Tentunya kau paham, bahwa sepasang kekasih semestinya saling memberi dan menerima bukan?
Aku senang kau bekerja, itu menunjukkan tanggungjawabmu sudah besar. Hanya saja, ketahuilah, aku hanya perempuan biasa yang tidak selalu bisa kuat, aku sekali saat juga rapuh dan membutuhkan kehadiranmu.
Aku bilang ataupun meminta darimu, aku tahu, kau tak pantas berlelah hati setelah seharian kau lelah fisik dan pikiran..aku hanya meminta pengertianmu saja.
Tapi apa daya, malam tadi, aku cemburu, cemburu dengan semua kesibukanmu, hingga aku pun menyuruhmu pulang.
Bukan ku tak mau lebih lama menemanimu, nyatanya kau sudah mengantarku pulang, hanya saja air mata kecewaku tak bisa kutahan karena ku tahu kau pulang secepat itu. Aku kecewa, mengapa secepat ini, mengapa sesingkat itu, mengapa begini, dan mengapa-mengapa lainnya. Semua kondisi yang membuatku lelah, begitu lelah semalam. Maaf aku lelah..sehingga aku membuatmu marah, membuatku merasa tidak dihargai, dan kecewa.
Kau pantas merasa demikian, kau selalu menang. Sehingga saat hatiku sedang begitu membutuhkanmu pun aku harus mengalah, dan kini kau menjauhiku.
Lelah, hatiku lelah dengan semua kesabaran dan pengertian ini, aku sungguh kesepian dan malam malam kesepianku ditebus 1 jam. Sebegitu sulitkah untuk kau sempatkan waktu...lebih dari 1 jam?
Kau bilang aku tak bersyukur, kau salah. Aku bersyukur karena setidaknya kau masih mau mengajakku dari rumahmu yang jauh.
Kau bilang aku membandingkan dengan orang lain, kau salah. Aku tak pernah membandingkan dengan siapapun sekalipun sedang begitu sulit bertemu denganmu.
Saat kau bilang ingin sendiri, aku takut. Takut kau akan lebih nyaman dengan kesendirianmu dari pada kebersamaan kita.
Maafkan aku, aku sungguh hanya sedang lelah menantimu..iya aku kalah, kalah dengan egoku sendiri.
Dan kau menang, menang merebut rasa rinduku, membuatnya menjadi rasa bersalah yang begitu dalam.
Sayangnya, kau tak di posisiku, sehingga kau tak bisa merasakannya, merasakan kekalahanku.
Bermula sejak semalam dan malam-malam sebelumnya dengan kerinduanku yang tidak bisa diungkapkan, bahkan hampir hilang harapan atas rasa itu.
Namun malam tadi semua itu membuncah seketika, rindu yang begitu dalam hanya bisa bertemu dalam waktu 1 jam, di motor dan hujan. Syahdu mungkin bagi sebagian orang, namun bagiku, pertemuan ini hanya menjadi pemicu rindu yang lebih besar lagi.
Aku tahu, betapa sibuknya dirimu membuatku tak sempat meluangkan waktu untukku, untuk kita berdua. Bahkan sering pula kau tak menghiraukanku, memberi kabar seadanya, dan jarang sekali memperhatikanku.
Aku merasa kesepian dengan semua kesibukanmu, dan caramu memperlakukanku dengan tidak perhatian, kau selalu bilang aku itu orang yang bisa diajak mengerti dengan semua kesibukan dan keadaanmu.
Kau benar, tapi kau juga keliru.
Aku bisa mengerti, tapi tak selamanya selalu bisa berlaku sama padamu.
Kau selayaknya pasanganpun seharusnya memberikan hal yang sepadang dengan apa yang sudah kau dapatkan dariku.
Bukan ku tak tulus, namun tentunya kau tahu namanya perasaan tidak bisa dibiarkan begitu saja, dia bisa hilang atau tumbuh ditangan orang selain kau.
Tentunya kau paham, bahwa sepasang kekasih semestinya saling memberi dan menerima bukan?
Aku senang kau bekerja, itu menunjukkan tanggungjawabmu sudah besar. Hanya saja, ketahuilah, aku hanya perempuan biasa yang tidak selalu bisa kuat, aku sekali saat juga rapuh dan membutuhkan kehadiranmu.
Aku bilang ataupun meminta darimu, aku tahu, kau tak pantas berlelah hati setelah seharian kau lelah fisik dan pikiran..aku hanya meminta pengertianmu saja.
Tapi apa daya, malam tadi, aku cemburu, cemburu dengan semua kesibukanmu, hingga aku pun menyuruhmu pulang.
Bukan ku tak mau lebih lama menemanimu, nyatanya kau sudah mengantarku pulang, hanya saja air mata kecewaku tak bisa kutahan karena ku tahu kau pulang secepat itu. Aku kecewa, mengapa secepat ini, mengapa sesingkat itu, mengapa begini, dan mengapa-mengapa lainnya. Semua kondisi yang membuatku lelah, begitu lelah semalam. Maaf aku lelah..sehingga aku membuatmu marah, membuatku merasa tidak dihargai, dan kecewa.
Kau pantas merasa demikian, kau selalu menang. Sehingga saat hatiku sedang begitu membutuhkanmu pun aku harus mengalah, dan kini kau menjauhiku.
Lelah, hatiku lelah dengan semua kesabaran dan pengertian ini, aku sungguh kesepian dan malam malam kesepianku ditebus 1 jam. Sebegitu sulitkah untuk kau sempatkan waktu...lebih dari 1 jam?
Kau bilang aku tak bersyukur, kau salah. Aku bersyukur karena setidaknya kau masih mau mengajakku dari rumahmu yang jauh.
Kau bilang aku membandingkan dengan orang lain, kau salah. Aku tak pernah membandingkan dengan siapapun sekalipun sedang begitu sulit bertemu denganmu.
Saat kau bilang ingin sendiri, aku takut. Takut kau akan lebih nyaman dengan kesendirianmu dari pada kebersamaan kita.
Maafkan aku, aku sungguh hanya sedang lelah menantimu..iya aku kalah, kalah dengan egoku sendiri.
Dan kau menang, menang merebut rasa rinduku, membuatnya menjadi rasa bersalah yang begitu dalam.
Sayangnya, kau tak di posisiku, sehingga kau tak bisa merasakannya, merasakan kekalahanku.
Sabtu, 27 Agustus 2016
Menuju Terik Mentari
Hari yang panas, disaat matahari bersinar tepat di atas kepala manusia, terik di siang hari.
Pun jika kau tak mau menghadapinya, esok akan tetap muncul kembali, terik mentari selalu ada.
Waktu tak lagi se syahdu pagi, dimana sejuknya embun harus dilewati dan menuju ke hari yang lebih panas menantang.
Kau harus kuat, kau harus yakin bahwa terik mentari ini dinantikan banyak orang, meski kadangkau lupa bahwa tidak semua orang bisa menikmatinya.
Mau tidak mau, kau harus meninggalkan syahdunya embun pagi, lalu berjalan di bawah terik mentari, untuk bisa melihat senja yang mengagumkan, ingatkan bahwa proses akan selalu berjalan, dengan atau tanpa kau.
Keraslah pada dirimu sendiri atau dunia yang akan menguasaimu.
Terdakang kita terlalu mengasihani diri sendiri hingga terlena pada kenyamanan, andai saja kau memahami lebih awal, bahwa lelah akan selalu beriringan dengan syukur, kau akan membelinya berjuta-juta rupiah mahalnya.
Bahkan orang yang tak pernah lelah pun diuji dengan sakit agar merasakan perjuangan.
Perjuangan adalah terik mentari, tapi tenanglah selalu ada sinar rembulan yang mendamaikan setiap lelah.
Pandangilah, resapilah, dan bersyukurlah karena kau berhasil menaklukan satu matahari di hari ini.
Pun jika kau tak mau menghadapinya, esok akan tetap muncul kembali, terik mentari selalu ada.
Waktu tak lagi se syahdu pagi, dimana sejuknya embun harus dilewati dan menuju ke hari yang lebih panas menantang.
Kau harus kuat, kau harus yakin bahwa terik mentari ini dinantikan banyak orang, meski kadangkau lupa bahwa tidak semua orang bisa menikmatinya.
Mau tidak mau, kau harus meninggalkan syahdunya embun pagi, lalu berjalan di bawah terik mentari, untuk bisa melihat senja yang mengagumkan, ingatkan bahwa proses akan selalu berjalan, dengan atau tanpa kau.
Keraslah pada dirimu sendiri atau dunia yang akan menguasaimu.
Terdakang kita terlalu mengasihani diri sendiri hingga terlena pada kenyamanan, andai saja kau memahami lebih awal, bahwa lelah akan selalu beriringan dengan syukur, kau akan membelinya berjuta-juta rupiah mahalnya.
Bahkan orang yang tak pernah lelah pun diuji dengan sakit agar merasakan perjuangan.
Perjuangan adalah terik mentari, tapi tenanglah selalu ada sinar rembulan yang mendamaikan setiap lelah.
Pandangilah, resapilah, dan bersyukurlah karena kau berhasil menaklukan satu matahari di hari ini.
Langganan:
Postingan (Atom)
Hari Setelah Kemarin
Hari selalu berganti, yang kemarin kemudian sudah berlalu lantas berganti menjadi hari ini, pergantian tersebut secara jam hanya terus menun...
-
MIMPI setiap manusia pasti punya mimpi,, meski ia kehendaki atau tidak. Kadang mimpi begitu disepelekan namun ada pula yang begitu fanati...
-
terjebak dalam perasaan sesaat. aku ingin menjadi sahabat yang baik untuk sahabat-sahabatku, tak salah kan kalau aku memberikan perhatian...
-
Pengantar Sesuai judul yang tertera pada halaman depan yaitu membicarakan mengenai politik, di dalam politik terdapat berbagai macam hal y...